Ahad 06 Feb 2022 12:40 WIB

Mobil Rakyat dan Mobil Nasional di Jaman New Normal

Obrolan soal mobil nasional jangan hanya dijadikan komoditas politik.

Mobil nasional jangan hanya menjadi komoditas politik saja. Foto mobil pick up Bima 1.3 produksi pabrik mobil Esemka di Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). -ilustrasi-
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mobil nasional jangan hanya menjadi komoditas politik saja. Foto mobil pick up Bima 1.3 produksi pabrik mobil Esemka di Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). -ilustrasi-

Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Di awal tahun ini pemerintah menghembuskan kabar baik bagi industri otomotif nasional. Wacana mobil rakyat kembali disampaikan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ke publik, di saat pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya berakhir, dan kelanjutan insentif pajak yang dinantikan pasar otomotif nasional.

Cerita mobil rakyat tentunya bukan suatu yang baru. Indonesia pernah memiliki kendaraan yang disebut sebagai mobil rakyat di era 1980an hingga penghujung 1990an. Seperti Mazda MR, Morina, Kijang dan Timor. Balakangan muncul nama Esemka yang mencuat dan menyedot perhatian publik nasional yang hampir  bersamaan dengan meroketnya nama Joko Widodo ke puncak Pilpres 2014 silam.

Sesuai dengan namanya, mobil rakyat apapun mereknya sudah tentu menyedot perhatian publik. Ada banyak faktor yang membuatnya meroket menjadi kendaran favorit. Selain harga terjangkau, model, strategi pemasaran, merek  hingga campur tangan pemerintah yang kuat membuatnya menjadi primadona di pasaran.

Terlebih di masa pandemi yang belum tuntas dan telah menggerus daya beli masyarakat, membeli mobil yang dikategorikan mobil rakyat menjadi pilihan menarik. Apalagi bila disertai dengan campur tangan pemerintah dalam bentuk insentif pajak atau kebijakan lain yang mampu menekan harga jual kendaraan.

Gagasan positif ini tentunya perlu ditanggapi dengan baik, jangan sampai hanya usulan yang menjadi obrolan atau komoditas politik, apalagi Indonesia akan kembali melakukan pesat demokrasi 2024 mendatang. Segala isu apapun yang menjual kata kata rakyat atau mengatasnamakan rakyat tentunya akan mudah meraih perhatian banyak kalangan.  

Hingga kini definisi mobil rakyat sendiri masih digolongkan dengan kriteria umum. Seperti dikisaran harga jual Rp 250 jutaan, kandungan konten lokal diatas 80 persen, berkapasitas mesin 1500 cc ke bawah, konsumennya mencapai 60 persen serta pajak penjualan yang diusulkan dibebaskan. Selama ini produk yang dipasarkan di kisaran harga tersebut mayoritas adalah kendaraan produk Jepang, Korea atau Cina.   

Kriteria umum yang terdapat pada mobil tersebut sangat relevan dengan kriteria mobil nasional yang pernah digulirkan di Tanah Air beberapa tahun lalu. Namun, wacana mobil nasional tersebut perlahan sempat sirna dalam perjalanan waktu seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah di bidang oromotif dan derasnya produk asing membanjiri pasar otomotif nasional.

Mencuatnya istilah mobil rakyat ini,tentunya akan kembali mengingatkan kita terkait mobil nasional yang konon kabarnya saat itu bertujuan untuk membangun jatidiri bangsa karena mengusung merek dalam negeri. Meski menggunakan nama lokal, namun dibuat pabrikan asing yang beroperasi di Tanah Air.

Kini beberapa mobil nasional tersebut telah kembali meramaikan pasar otomotif nasional yang beberapa diproduksi perusahaan BUMN Tanah Air. Seperti Maung yang diproduksi PT Pindad, GEA yang diproduksi PT INKA, Esemka dan FIN Komodo. Namun, keberadaan kendaraan tersebut di pasaran otomotif Tanah Air masih sulit dijumpai. Setidaknya hanya dimiliki kalangan terbatas karena pangsa pasar yang tidak luas dan berbagai faktor lain penyebabnya.

Bagi sebuah bangsa yang besar, keberadaan mobil nasional di Indonesia tentunya menjadi kebanggaan karena simbol dari kemajuan teknologi otomotif nasional. Namun, di balik itu masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait kebaradaan mobil nasional tersebut, terutama terkait dengan banyaknya perusahaan otomotif agen pemegang merek asing yang membuka pabrik di Tanah Air.

Bagi masyarakat sendiri keberadaan mobil nasional atau mobil rakyat memang dibutuhkan. Bahkan tidak sedikit yang tidak mempersoalkan apakah kendaraan yang dibeli merupakan mobol nasional atau mobil rakyat. Bagi mereka selama sesuai dengan selera, harga terjangkau, nilai jual tinggi, suku cadang murdah dan murah, serta mampu mendongkrak prestise, apapun mereknya tentunya akan menjadi pilihan favorit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement